Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Baca Novel Gratiss Di Sini

Bab 182 Novel Romantis Pengantin Pengganti

Blog novel romantis kali ini akan memperkenalkan novel Kisah Pengantin Pengganti. Novel ini bergenre romantis dan sedang trend saat ini. Novel ini telah dibaca oleh 3 Jutaan penikmat novel di Indonesia.

Oh iya, Blog novel romantis merupakan blog yang berisi novel novel romantis yang sedang trend saat ini. Kamu akan membaca novel sepuasnya di sini, dan tentunya gratis atau tidak perlu pakai koin seperti penyedia penyedia novel yang lainnya.

Novel ini terkenal dengan alur ceritanya yang mampu mengobrak abrik emosi pembaca, Saya yakin kamu akan suka novel ini seperti saya. Ok, Silahkan baca Novel Romantis Pengantin Pengganti sekarang.

Novel Romantis Pengantin Pengganti Bab 182

“Papa," panggil Khansa dengan lembut.

Leon merangkulkan lengannya ke bahu Khansa, “Pa ... sebentar lagi Papa akan menjadi seorang Kakek, Dan Mama akan segera menjadi Nenek.”

Mendengar Leon memanggil dirinya Mama, Professor Lexa semakin menangis. Hari ini dua kebahagian menghampiri dirinya. Suaminya tersadar, dan Leon sudah bersedia memanggilnya Mama.

Tuan Besar Sebastian mengangkat satu tangannya kearah Professor Lexa, dengan sigap dia pun segera bersimpuh di sisi ranjang suaminya itu.

Dengan lembut dan masih dengan gemetaran, Tuan besar Sebastian mengusap air mata di pipi istrinya itu.

Professor Lexa memegang tangan yang sedang memegang pipinya itu, lalu menciuminya dengan lembut dan penuh rindu.

Leon segera memberitahu Nenek Sebastian jika putranya itu telah tersadar. Reaksi Nenek Sebastian pun sama seperti yang lain, menangis haru Bahagia.

“Aku akan segera kesana", ujar Nenek.

Novel Romantis Pengantin Pengganti
Novel Romantis Pengantin Pengganti

Professor Lexa dan Carl sepakat, jika setelah sadar ini maka Khansa akan menterapi Tuan besar Sebastian dengan akupuntur. Sementara itu, Nenek Sebastian memutuskan akan membawa putranya itu ke Villa Anggrek.

“Kalian juga ikut tinggal di Villa anggrek,” ujar Nenek Sebastian kepada Professor Lexa dan juga Carl.

Ibu dan anak itu patuh kepada pengaturan Nenek Sebastian, demi kebaikann semuanya. Pada saat ini Keluarga Sebastian menjalani hari-hari yang tenang. Leon dan Khansa juga sering menginap di Villa Anggrek, karena Khansa harus mengakupuntur Papa mertuanya itu.

Jika Tuan Besar Sebastian menuai kebahagian, maka beda hal dengan Fauzan. Saat ini dia malah tinggal sendirian di sebuah rumah kecil petakan, tanpa adanya keluarga. Bekerja serabutan hanya untuk sesuap nasi. Sudah meminta tolong ke teman-temannya dulu. Namun, banyak yang tidak mau membantu. Sementara Maharani bersama Yenny dan Jihan, sudah tinggal di desa, membuka warung kopi dan indomie di sana sebagai sumber penghidupan.

Bulan demi bulan terlalui, Tuan besar Sebastian semakin membaik dan sudah bisa duduk berpindah ke kursi roda. Perut Khansa sudah terlihat besar, Leon pun suka sekali memegang perut Khansa di tiap kali bayi mereka menendang-nendang.

Hari ini Gery datang ke Villa Anggrek, untuk meminta tanda tangan tuannya itu. Khansa berjalan keluar dari ruang tamu, tiba-tiba mengaduh sembari memegangi perutnya. Bayi di dalam perut Khansa tidak henti-hentinya menendang perut Khansa, seperti ingin mengajak bermain.

Khansa sedikit meringis, lalu berkata “Ya Tuhan Nak, apa kau ingin menjadi pemain sepak bola. Mengapa suka sekali menendangi perut Mama.”

“Nyonya, apa baik-baik saja?" tanya Gery.

“Tidak apa-apa, hanya saja bayi di dalam perut ini sedikit nakal,” jawab Khansa.

Bayi di perut Khansa masih terus saja menendang, Leon yang baru saja tiba, langsung merangkul Khansa. “Jangan nakal, jangan merepotakan mama. Kelak jika kau nanti lahir, papa akan mengijinkan kau bermain bola sepuasmua dengan Paman Gery.”

Setelah Leon berkata seperti itu, maka dengan seketika saja tendangan di perut Khansa itu pun berhenti. Leon mengigit ujung bibirnya, merasa ngilu di tiap kali melihat bayinya itu terus menerus menendang-nendang perut landak kecilnya itu. Sementara Gery merasa takjub hanya dengan satu janji dari Tuan Sebastian, telah membuat bayi itu takluk.

Usia kandungan Khansa saat ini sudah berusia sembilan bulan, Leon sering bangun tengah malam hanya untuk mengantarkan Khansa pergi ke toilet. pada masa ini biasanya ibu hamil akan mengalami berbagai kondisi yang mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas.

Beberapa kondisi tersebut seperti peningkatan frekuensi ke kamar mandi, sesak karena tekanan di area diafragma, juga heartburn. Rasa sakit terbakar atau tidak nyaman di dada bagian atas dan tengah, melibatkan leher dan tenggorokan, yang dapat memburuk ketika berbaring.

Untuk kehamilan Khansa hanya mengalami sering ke kamar mandi, karena itu Leon selalu menjadi suami siaga, siap antar jaga.Di setiap kali selesai mengantar Khansa ke kamar mandi, maka Loen akan membuka lemari lagi.

Melihat dan mengecek tas-tas bawaan untuk Khansa nanti melahirkan. Mengingat-ngingat jika saja ada yang kurang. Bahkan Leon juga memasukan sepatu rajut yang dia buat untuk bayinya itu. Dia ingin ini adalah sepatu yang pertama dipakai oleh bayinya.

“Sayang, kemarilah!” panggil Khansa sembari menepuk-nepuk sisi ranjang mereka.

Leon menoleh, menutup lemari itu dan naik ke atas ranjang, "Ada apa?" tanynya sembari mencium-cium perut Khansa yang sudah membesar itu.

“Terima kasih karena sudah menemaniku bertumbuh menjadi seorang wanita dan juga seorang ibu," ujar Khansa lembut sembari mengusap-usap lembut puncak kepala suaminya itu.

“Aku yang berterima kasih, karena kau sudah hadir di dalam hidupku. Bintang keberuntunganku,'' jawab balik Leon sembari mencium lembut kening Khansa, turun ke kening lalu mengecupi bibir Khansa dengan lembut.

Mereka berdua saling berpelukan, merasa jika tuhan sudah memberikan keberuntungan yang besar kepada mereka berdua, karena telah menyatukan. Dini hari kening Khansa nampak berkeringat, Khansa berusaha untuk bangun duduk.

Dia merasakan nyeri di perut bawah yang semakin kuat, juga merasakan kontraksi yang terasa di sekujur tubuh, mulai dari punggung dan perut kemudian menjalar ke paha dan kaki. Khansa mencoba membangunkan Leon, merasa gerakan pelannya tidak membangunkan Leon.

'Plak' tangan Khansa mendarat di tangan Leon dengan keras.

“Astaga, ada apa," ujar Leon sambil duduk terkejut.

“Direktur Sebastian, bayi kita nampaknya sudah ingin bermain dengan kita, dia sudah tidak betah di dalam perutku,” ujar Khansa sambil menarik napasnya.

“Melahirkan ... kau mau melahirkan," ujar Leon panik.

"Bukankah perkiraan masih minggu depan?” ujar Leon dengan panik sambil berjalan lalu malah mengambil tas Khansa dan memakainya.

“Ayo! Kita pergi ke rumah sakit," ajak Leon.

Khansa mengngelengkan kepalanya, lalu berusaha bangun di papah oleh Leon. Khansa mengambil tas yang di pakai oleh Leon dan berkata, “Ini tasku, tas yang seharusnya dibawa ada di lemari.”

Leon melihat tas model wanita yang sedang dia apit, “Ah ya Tuhan," ujarnya sembari meletakan tas itu di ranjang. Khansa duduk kembali di ranjang lalu memegangi tasnya itu.

Leon sibuk membuka lemari dan membawa semua tas yang sudah di persiapkan. Tas slempang dan tas jinjingnya, “Kau tunggu di sini,” ujarnya.

Leon membuka pintu kamar, lalu menekan tombol sirine yang biasa dipakai untuk pemberitahuan jika ada gempa. Semua pelayan di rumah itu pun segera bangun. Leon sudah berpesan jika sirine itu berbunyi maka artinya keadaan dalam kondisi tanggap darurat satu, 'Nyonya Sebastian akan melahirkan, dua pelayan datang ke kamar utama, supir segera menyiapkan mobil. Satu pelayan mengambil alih tas-tas yang ada di tangan tuannya, satu pelayan segera memberikan selimut di bahu Nyonya Sebastian. Leon pun memapah Khansa berjalan.

Nampak Khansa tenah bersusah payah mengatur napasnya, begitu sampai di mobil, Leon segera melakukan video call dengan Carl dan Gery secara bersamaan, hanya untuk mengatakan, “Siaga satu.”

Carl dan Gery segera melompat dari ranjang mereka, meraih pakaian seadaanya tanpa memilah-milah, mengambil kunci mobil mereka dan segera melajukan mobil mereka ke rumah sakit. Sementara itu di dalam mobil Leon, Khansa tak bisa menahan sakit karena pembukaan jalan lahir, “Aarggg ... Ini sakit sekali.”

“Ini semua salahmu Direktur Sebastian, Huu huu huu ini sakit sekali,” ujar Khansa sambil menangis berderai air mata.

“sayang ... tahan ya, kita sebentar lagi akan sampai ke rumah sakit," ujar Leon.

Tiba-tiba tangan Khansa mendarat di kepala Leon, lalu menarik rambut Leon, “Astaga ..." ujar Leon sambil melirih sakit.

Penutup Bab 182 Novel Romantis Pengantin Pengganti                                             

Bab 182 selesai, Bagaimana isinya? Saya yakin kamu menyukainya dan tak sabar untuk pindah ke Bab berikutnya. Gass yah.

Oh iya, Ingat baca novel hanyalah hobi, tetap utamakan pekerjaan utama dan ibadah. Sekarang mari kita lanjut ke Bab 182 Novel Romantis Pengantin Pengganti. Klik navigasi Bab di bawah untuk melanjutkan.